Dunia yang (selalu) bertanya
Pernahkah kita merasa bahwa di dunia ini banyak sekali pertanyaan yang selalu menghampiri hidup kita? Mulai dari pertanyaan sederhana seperti “mau makan apa hari ini?” atau pertanyaan yang lebih sederhana lagi tapi sering ditanyakan “mau kemana?”, “mau ngapain?” sampai dengan pertanyaan tingkat dewa yang kadang kita sendiri pun tidak mengetahui jawabannya “kapan memutuskan akan mengarungi bahtera rumah tangga?” atau dalam bahasa yang lebih sopan “kapan nikah?”
Yaa…sopan banget kok
pertanyaannya tetapi seringkali menohok ke ulu hati buat lo yang sedang bingung
dan bertanya dimana jodoh yang Tuhan siapkan. Anyway, gue nulis tulisan ini pas lagi hujan deras di luar rumah,
tapi gue ga langsung baperan ala-ala deketin muka ke jendela sambil memandang
air hujan yang turun dengan derasnya, sambil muter lagu-lagu galau dan terus
bertanya “sedang apa dan dimana dirimu yang dulu ku cinta?” yaelaaahhh drama
abis.
Lupakan curhat colongan di atas,
tapi pernahkan kita mikir kalau sepanjang usia hidup kita, akan selalu ada banyak
sekali pertanyaan yang menghampiri. Pertanyaan pertama dalam hidup kita
ditanyakan kepada orangtua kita saat kita belum menjadi fetus. Bahkan pada saat
kita masih entah berada dimana tapi sudah ada orang yang menanyakan “sudah isi?
Udah berapa bulan?” atau pertanyaan lain yang cukup sopan “kok belum isi sih? Jangan
terlalu sibuk loh”. Kemudian saat kita sedang menjadi fetus, pertanyaan
berikutnya muncul “wah sudah besar ya hamilnya, laki-laki atau perempuan nih?”.
Saat si fetus tersebut lahir
dalam wujud manusia, pertanyaan berikutnya muncul “berapa beratnya? Panjangnya?”,
“mau di kasih nama siapa?”, “mukanya mirip siapa? Kok beda sih mukanya sama
papa mamanya?”, “mau nyusu sama ibunya atau sama sapi?”. Setelah si bayi
menjalani periode awal kehidupannya, pertanyaan-pertanyaan akan tetap terus
menerus hadir. “wah lucunya, udah bisa apa aja?”, “udah bisa bilang mama atau
papa?”, “udah bisa makan makanan kasar?” atau “udah bisa jalan? Udah bisa
merangkak? Udah bisa ikut Color Run
di GBK?”.
Saat kita mulai menjalani
transformasi dari tahapan BATITA ke BALITA, pertanyaan yang muncul antara lain “sudah
bisa baca? Sudah bisa menulis? Sudah bisa berhitung?”, “udah mulai masuk
sekolah playgroup atau TK?”, “temannya ada berapa di sekolah?”, “Sudah bisa
mewarnai?” “ibu gurunya galak ga di sekolah?”, atau “sudah bisa menghitung akar
kuadrat?”. Sableng sih kalau beneran ada
yang nanya pertanyaan terakhir itu.
Waktu kita mulai pake seragam
putih merah, dasi, dan topi khas ala-ala jaman Sekolah Dasar, pertanyaan yang
sering ditanyakana adalah “kelas berapa sekarang?”, “ranking berapa di kelas?”,
“udah bisa apa aja?”, “nilai rapot nya berapa?”, “bisa berenang ga? Bisa olahraga
apa aja?” atau mungkin pertanyaan paling absurd jaman dulu sekolah dasar “kamu
cinta atau sayang sama dia?”. Pertanyaan terakhir tadi terdengar aneh buat
anak-anak SD jaman tahun 90an tapi mungkin terkesan pertanyaan yang sudah
sangat biasa untuk anak-anak SD jaman sekarang.
Beranjak ketika jaman-jamannya
puber saat fisik mulai berubah, saat anak-anak cewe mulai genit ngomongin cowo,
dan saat anak-anak cowo mulai canggung pake celana pendek padahal bulu kaki mulai
tumbuh lebat. Pertanyaan yang umum adalah “kamu naksir siapa di sekolah?”, “lo
suka dia atau dia?”, “sabun muka apa yang lo pake? Jerawatnya bandel banget nih”
atau pertanyaan gila anak-anak cowo jaman kala itu “udah pernah coli belom?”, “udah
pernah nonton bokep?”. Biasanya pada periode ini pertanyaannya lebih menjurus
ke arah-arah seksualitas, ga heran sih Karena pada periode ini perubahan besar
sedang terjadi dalam tubuh si anak remaja. Pertanyaan yang ga jauh beda saat jaman
SMA, jaman dimana akhirnya anak-anak cowo ga perlu risih lagi pake celana
pendek, jaman dimana akhirnya pacaran bukan lagi sekedar gandengan tangan, dan jaman dimana yang namanya persahabatan
sudah mulai lekat banget. Paling di jaman SMA ini pertanyaan wajibnya adalah “mau
kuliah dimana nanti? Negeri atau swasta?”.
Masuk ke jaman kuliah pertanyaan
nya mulai berubah, ga cuman sekedar “udah ngerjain peer belom?” tapi udah lebih
kepada pertanyaan yang lebih intelek “ikut senat kampus ga? Mau orasi apa nih
nanti?” sampai ke pertanyaan saklek buat mahasiswa tingkat akhir “udah bab
berapa? Udah revisi belom? Udah kelar? Udah siding? Kok lama banget sih belom
kelar juga?”. Sampai ke pertanyaan yang agak filosofis “mau kemana hidup lo
abis kelar kuliah?”, “lo mau kerja apa nikah aja? Atau lanjut S2?”.
Di jaman kantoran, pertanyaan
bukan lagi sekedar pertanyaan yang sifatnya sesaat kayak “gaji lo udah abis? Cepet
banget?”, “jabatan lo apa sekarang? Berapa gajinya?” tetapi pertanyaan yang
berorientasi ke masa depan. Tahapan ini dipenuhi oleh pertanyaan yang biasanya
seperti “mau nikah kapan?”, “udah nyicil rumah?” atau “usia udah makin mateng
aja nih, kok belom ada gandengan?” sampai ke pertanyaan paling sopan “Eh ada
anak kantor yang baru nikah, dia lebih muda daripada lo, kok lo belom nikah juga?”.
Pada masa ini dimulailah
pertanyaan-pertanyaan basi ala-ala orangtua yang kepo kalo kita ke undangan
atau pertemuan keluarga “kok sendiri aja, gandengannya mana?”, “kapan nyusul
yang dipelaminan?”, “kapan nih mama papanya bisa gendong cucu?”. Buat lo yang
ada di periode usia ini dan sekarang sedang muak sama pertanyaan tipe kayak
gitu, mulailah cari cara yang lo anggep ampuh buat jawab pertanyaan itu.
Sampailah saat kita memutuskan
menikah, pertanyaan terus menghampiri seperti “mau sewa gedung dimana? Nikah adat
apa? Tradisional atau Barat?”, “nanti abis nikah tinggal di rumah mertua atau
rumah sendiri?”, “bulan madu dimana? ”, atau “mau langsung program atau tahan
dulu ?”
Pada akhirnya pertanyaannya akan
berulang pada saat kita sedang membangun rumah tangga “sudah isi belum?”, “wah
jangan terlalu sibuk loh ntar lupa buat punya anak” dan pertanyaan tersebut
akan terus berlanjut memasuki siklus dan fase yang sama. Terus berulang sampai
generasi keturunan kita yang sekian. Bahkan sampai kta udah mati pun mungkin
aja ada yang masih nanya “udah bahagia belom ya dia di Sana?”
Dunia akan selalu terus bertanya,
dari yang sederhana sampai yang ‘pusing-pusing aku memikirkannya’. Kenapa? Karena
manusia selalu ingin tahu segala hal mulai dari dirinya sendiri, dunia tempat
tinggalnya, sampai manusia lain yang bersama-sama hidup di dunia ini. Selalu
ada dorongan dalam diri manusia untuk bertanya dan terus bertanya untuk
memuaskan rasa ingin tahunya.
Sampai kapanpun, pertanyaan
selalu ada, tinggal siapkah kita buat menjawabnya atau kita hanya perlu diam
dan bertanya dalam hati sambil menegadah ke langit dan bertanya kepada Sang
Pencipta kapankah kita mendapatkan jawaban dariNya.
-Suatu sore di bulan
September-
Komentar
Posting Komentar